Minggu, 29 November 2015

PII.III.1.IMUNISASI PADA BAYI DAN ANAK BERISIKO

Artis saja pakai parfum FM, masa Anda ngak?


PII.III.1.IMUNISASI PADA BAYI DAN ANAK BERISIKO
Diketik ulang dari PEDOMAN IMUNISASI DI INDONESIA, yang ditulis oleh SYAWITRI P. SIREGAR

Pada bayi dan anak yg mempunyai risiko tinggi untuk mendapatkan infeksi, harus iimunisasi berdasarkan prioritas.
Misalanya pada bayi dan anak yg menderita imunokompromais, transplantasi sumsum tulang/ organ dan splenektomi serta bayi prematur, imunisasi harus diatur.

PASIEN IMUNOKOMPROMAIS
Penekanan respons imun (imunokompromais) dapat terjadi pada penyakit defisiensi imun kongenital (primer) dan defisiensi imun didapat (sekunder) yaitu pemakaian kortikosteroid sistemik dosis tinggi dan lama, penyakit keganasan seperti leukemia, limfoma, pasien dengan pengobatan alkilating agents, antimetabolik radioterapi, bayi/ anak menderita HIV dan transplantasi sumsum tulang.

DEFISIENSI IMUN PRIMER
Pada defisiensi imun primer humoral, defisiensi imun primer selular dan kombinasi defisiensi keduanya seperti penyakit X-linked agammaglobulinemia, Bruton, Wiskott-Aldrich, Ataxia telangiectasia dan sindrom di George, kontraindikasi untuk vaksinasi dengan vaksin hidup.
Dapat diberikan imunisasi pasif dengan gammaglobulin spesifik atau dengan IgIV.

Pada defisiensi komplemen dapat diberikan semua jenis vaksin baik hidup ataupun vaksin kuman mati/ dilemahkan sedangkan pada defisiensi fagosit misalnya pada penyakit granulomatosis tidak boleh diberikan vaksin bakteri hidup dan dianjurkan untuk divaksinasi thd penyakit influenza dan pneumokokus.

Defisiensi imun sekunder, terjadi pada anak yg mendapat:
1.Mendapat pengobatan kortikosteroid dosis tinggi sama atau lebih dari 20mg sehari atau 2mg/kgBB/hari dengan lama pengobatan>7 hari atau dosis 1mg/kgBB/hari lama pengobatan>1bulan.
2.Pengobatan dengan alkylating agents, antimetabolik dan radioterapi.  Untuk penyakit keganasan seperti leukemia, dan limfoma.
Pada pasien dengan sistem imun tertekan tidak boleh diberikan imunisasi vaksin hidup karena dapat berakibat fatal disebabkan kuman/ virus akan bereplikasi hebat karena tubuh tidak dapat mengontrolnya.
Vaksin hidup misalnya vaksin polio oral, MMR dan BCG.
Vaksinasi dengan mikroorganisme hidup dapat diberikan setelah penghentian pengobatan imunosupresif minimal 3 bulan.

Vaksinasi dengan mikroorganisme mati atau yg dilemahkan dapat segera diberikan seperti hepatitis B, hepatitis A, DTP, influenza dan Hib, dosis sama dengan anak sehat.
Respon imun yg timbul tidak sama dengan anak sehat sehingga bila kontak dengan pasien campak harus diberikan imunisasi pasif dengan normal immunoglobulin (human) NigH dosis 0,2ml/kgBB intramuskular.
Untuk profilaksis varisela dosis lebih besar 0,4-1,0ml/kgBB, bila mungkin sebaiknya diberikan imunisasi profilaksis (spesifik) dengan varicella-zoster immunoglobulin (VZIg), namun pada saat ini belum ada di Indonesia.

PENGORBATAN KORTIKOSTEROID
Pada pasien dengan pengobatan kortikosteroid (1) topikal atau obat semprot hidung, paru, salep kulit, salep mata, injeksi lokal, intra artikular, (2) kortikosteroid dosis rendah yg diberikan setiap hari atau selang sehari, dapat diberikan imunisasi dengan vaksin hidup.

Sedangkan pada pasien yg mendapat kortikosteroid sistemik dosis tinggi setiap hari atau selang sehari dan lama pemberian kurang dari 14 hari, dapat diberikan vaksinasi dengan vaksin hidup segera setelah pengobatan, namun ada pendapat yg menganjurkan setelah penghentian 14 hari.

Pada pasien yg mendapat kortikosteroid sistemik dosis tinggi setiap hari atau selang sehari selama >14 hari, dapat diberikan dapat diberikan vaksin hidup setelah penghentian pengobatan 1 bulan.
Imunisasi dengan vaksin hidup dapat diberikan pada pasien yg telah menghentikan pengobatan imunosupresi selama 3 bulan atau 6 bulan dengan pertimbangan bahwa status imun sudah mulai membaik dan penyakit primer dalam remisi atau sudah dapat dikontrol.

Keluarga pasien imunokompromais yg kontak langsung  (serumah) dianjurkan untuk mendapatkan vaksinasi polio inaktif (inactivated polio vaccine), varisela dan MMR.
Vaksin varisela sangat dianjurkan untuk keluarga imunokompromais, oleh karena walaupun dapat terjadi penularan tranmisi virus varisela pada pasien tetapi gejala lebih ringan daripada bila infeksi alamiah yg akan berakibat lebih buruk dan dapat fatal.

Pengecualian untuk pasien leukemia limfositik akut dalam keadaan remisi lebih dari 1 tahun, dapat diberikan imunisasi dengan virus hidup varisela, oleh karena bila mendapat infeksi alamiah dengan varisela keadaannya dapat fatal.

Pasien defisiensi imun kongenital  ataupun yg didapat, imunisasi tidak akan memberikan respons maksimal yg diinginkan, sehingga dianjurkan memeriksa titer antibodi serum setelah imunisasi diberikan sebagai data untuk pemberian imunisasi berikutnya.


INFEKSI HUMAN IMMUNODEFISIENSI VIRUS (HIV)
Pasien HIV mempunyai risiko lebih besar untuk mendapatkan infeksi sehingga diperlukan imunisasi walaupun responsnya terhadap imunisasi kurang optimal.
Yang menjadi pertanyaan, kapan pasien HIV harus diberikan imunisasi?
Apabila diberikan terlambat mungkin tidak akan berguna karena penyakit sudah lanjut dan efek imunisasi tidak ada atau kurang; namun apabila diberikan dini, vaksin hidup akan mengaktifkan sistem imun yg dapat meningkatkan replikasi virus HIV sehingga memperberat penyakit HIV.
Organisasi WHO menganjurkan pemberian imunisasi rutin untuk anak HIV yg belum ada gejala (asimptomatik HIV), kecuali BCG tidak diberikan.
Pasien HIV dapat diimunisasi dengan mikroorganisme yg dilemahkan atau yg mati.
Vaksin pneumokok konjugasi (PCV7) diberikan pada anak dengan HIV (+).
Pada umur kurang dari 23 bulan mendapatkan imunisasi PCV7 3 kali dengan interval 2 bulan, sedangkan anak umur 24-59 bulan karena mempunyai risiko tinggi maka diberikan imunisasi dengan PCV7 2 kali dengan interval 2 bulan dan dilanjutkan dengna imunisasi ke-3 memakai vaksin pneumokok Polisakarida PCV23

Asimptomatik HIV: BCG tidak diberikan
Simptomatik HIV: BCG tidak diberikan, IPV menggantikan OPV
MMR tidak pada imun supresi berat, sel T CD4+ <15%                                            


PENYAKIT HODGKIN
Pasien penyakit Hodgkin yg berumur lebih dari 24 bulan dan orang dewasa (close contact) dianjurkan mendapat imunisasi pneumokok dan Hib, karena pasien berisiko thd kedua penyakit tsb.
Respons antibodi paling baik bila imunisasi diberikan 10-14 hari sebelum dilakukan imunoterapi.
Apabila diberikan bersama dengan imunoterapi hasilnya kurang efektif dan harus diulang 3 bulan setelah kemoterapi atau radioterapi dihentikan

Pada spelenektomi dianjurkan untuk pemberian imunisasi pneumokok dan Hib sebelum pengangkatan limpa.
Pemberian profilaksis antibiotik dengan penisilin dianjurkan untuk penderita anemi sickle cell, thalasemia untk melindungi thd infeksi pneumokok.
Dosis yg dianjurkan 2x125mg sehari untk anak yg kurang dari 5 tahun dan 2x250mg sehari untuk anak>5 tahun.
Dapat juga profilaksis dg amoksilin 20mg/kg sehari.

Harus dijelaskan kepada orang tua bahwa walaupun sudah mendapat profilaksis antibiotik masih dapat menderita infeksi oleh kuman lain, sehingga bila demam harus  segera berobat untuk menghindari sepsis.

Pada pasien keganasan seperti leukemia dan limfoma sebelum memulai pengobatan dengan kemoterapi sebaiknya diberikan dahulu imunisasi.

PASIEN TRANSPLANTASI SUMSUM TULANG (TST)
Resipien transplantasi sumsum tulang (TST) alogenik akan menjadi defisiensi imun disebabkan 4 komponen:
1.Pengobatan imunosupresi terhadap penyakit primer
2.Kemoterapi dan radioterapi yg diberikan pada pejamu
3.Reaktivitas imunologi antara graft dan pejamu
4.Pengobatan imunosupresi yg diberikan setelah transplantasi

Sedangkan pada transplantasi sumsum tulang otolog hanya komponen 1 & 2 yg berperan.
Rekomendasi yg dianjurkan pada pasien transplantasi sumsum tulang tampak pada tabel 3.3.
Pada TST alogenik, sistem imun resipien digantikan oleh sistem imun pejamu.

Sebaiknya sebelum transplantasi dilakukan, pada pasien diberikan imunisasi polio dan DTP terlebih dahulu; karena terbukti setelah transplantasi, imunitas terhadap virus polio, tetanus dan difteri hampir tidak ada.
Penelitian klinis menunjukkan bahwa bila donor diberikan imunisasi difteri dan tetanus sebelum transplantasi dilakukan, kemudian segera setelah itu diberikan imunisasi pada resipien dengan antigen yg sama akan memberikan respons yg baik.
Hal yg sama dapat dilakukan dengan vaksin inaktif pertusis, Hib, hepatitis B, pneumokok dan IPV (inactivated polio vaccine).

Imunisasi influenza dapat diberikan 1 tahun setelah transplantasi dan diulangi setiap tahun sebelum epidemi tiba.
Imunisasi dengan hepatitis B diberikan setelah 1 tahun transplantasi.
Pasien berumur di atas 12 tahun yg akan mendapat organ transplantasi sebaiknya diperiksa terlebih dahulu titer antibodi campak, rubela dan varisela.
Mereka yg beresiko tinggi harus mendapat imunisasi MMR sebelum transplantasi dilakukan.
Titer antibodi setelah setahun transplantasi sebaiknya diperiksa.
Pada mereka yg rentan infeksi bila kontak dengan pasien campak, varisela dan rubela sebaiknya diberikan imunisasi pasif dengan imunoglobulin dan bila mungkin titer antibodi diperiksa terlebih dahulu.
Karena hanya sedikit data mengenai imunisasi pada pasien transplantasi, setiap senter mempunyai pengalaman dan cara yg berbeda.

Vaksin DPT (Transplantasi SST alogenik (Ya)) (Transplantasi SST otologus (Ya)): 2-3 dosis setelah 6-12 bulan transplantasi.
Polio (IPV) (Transplantasi SST alogenik (Ya)) (Transplantasi SST otologus (Ya)): 2-3 dosis setelah 6-12 bulan transplantasi.
Campak (Transplantasi SST alogenik (Epidemik campak)) (Transplantasi SST otologus (Hanya pada penderita anak)): Tidak diberikan dalam 24 bulan setelah transplantasi.  Tidak pada GVHD.  Terutama wanita.
Rubela: (Transplantasi SST alogenik (Ya)) (Transplantasi SST otologus (Ya)): 2 dosis mulai 6-12 bulan setelah transplantasi
Hib: (Transplantasi SST alogenik (Ya)) (Transplantasi SST otologus (Ya)): 12 bulan setelah transplantasi.  Hasil tidak baik pada GVHD.
Hepatitis B: (Transplantasi SST alogenik (Ya)) (Transplantasi SST otologus (Ya)): Tidak dalam masa 24 bulan setelah transplantasi.  Tidak pada GVHD
Pneumokok: (Transplantasi SST alogenik (Ya)) (Transplantasi SST otologus (?))
Varisela: (Transplantasi SST alogenik (Tidak)) (Transplantasi SST otologus (Anak dan dewas muda))

TST = Transplantasi Sumsum Tulang
GVHD = Graft Versus Host Disease.

BAYI PREMATUR DAN BERAT LAHIR RENDAH
Bayi prematur dapat diimunisasi sesuai dengan umur kronologisnya dengan dosis dan jadwal yg sama dengan bayi cukup bulan.
Vaksin DTwP atau DTaP, Hib dan OPV diberikan pada umur 2 bulan.
Bila bayi masih dirawat pada umur 2 bulan sebaiknya diberikan IPV, bila akan diberikan OPV sebaiknya ditunda sampai saat bayi akan dipulangkan dari rumah sakit/ rumah bersalin untuk menghindarkan penyebaran virus polio kepda bayi lain yg sedang dirawat.
Pada bayi prematur respons imun kurang bila dibandingkan bayi matur terhadap imunisasi hepatitis B, sehingga pemberian vaksin hepatitis B dapat dilakukan dengan 2 cara sebagai berikut:
*Ibu positif HbsAg, berat lahir>2000g: harus diberikan hepatitis B bersamaan dengan HBIG pada 2 tempat yg berlainan dalam waktu 12 jam.
Dosis ke-2 diberikan 1 bulan kemudian, dosis ke-3 dan ke-4 diberikan umur 6 dan 12 bulan.
Periksa titer anti-HBs dan HBsAg padaumur 9-15 bulan.
Bila HBsAg dan anti-HBs negatif, reimunisasi dengan 3 dosis dengan interval 2 bulan dan periksa kembali HBs.

*Ibu positif HbsAg, berat lahir <2000g: bayi harud diberikan HepB +HBIg pada 2 tempat suntikan yg berlainan dalam waktu 12jam.
Imunisasi vaksin hepatitis B ke-2 diberikan dalam umur 1 bulan dan berat badan mencapai 2000g, selanjutnya umur 2-3 bulan dan 6 bulan umur kronlogis.
Periksa anti HBs dan HBsAg pada umur 9-15 bulan.
Bila HBsAg dan antiHBs negatif, reimunisasi dengan 3 dosis dengan interval 2 bulan dan periksa kembali HBsAg dan antiHBS

Ibu negatif HBsAg, berat lahir  > 2000g: pemberian imunisasi hepatitis B dosis pertama saat lahir, selanjut umur 1 dan 6 bulan umur kronologis.

Ibu HBsAg negatif, berat lahir <2000 g: imunisasi pertama saat berat badan telah mencapai 2000 g atau secara klinis keadaannya stabil dalam 30 hari umur kronologis atau pada saat keluar dari RS sebelum 30 hari.
Imunisasi hepatitis B dalam 3 dosis pada umur 1-2 bulan, 2-4 bulan dan 6-18 bulan umur kronologis.

Ibu tidak diketahui status HBsAg, berat lahir > 2000g: diberikan vaksin HepB dalam 12 jam.
Periksa HBsAg ibu segera.
Bila hasil positif ditambahkan HBIg dalam waktu 7 hari.

Ibu tidak diketahui status HBsAg, berat lahir <2000g: diberikan vaksin hepatitis B.
Periksa HBsAg ibu segera, bila tidak dapat dilakukan dalam 12 jam, berikan HBIg dalam 12jam.

Saat ini telah beredar vaksin kombinasi hepatitis B dengan DTP, DTaP (DTP/HepB).
Vaksin kombinasi baru dapat diberikan pada umur kronologis setelah 6 minggu, jadi vaksin kombinasi tidak dapat diberikan sebagai imunisasi pertama pada bayi prematur.

IMUNISASI PADA ANAK DENGAN PENYAKIT KRONIS
Anaka dengan penyakit kronis peka terhadap infeksi sehingga harus diberikan imunisasi seperti anak sehat kecuali sudah terjadi defisiensi imun sekunder.
Sangat dianjurkan untuk imunisasi terhadap influenza dan pneumokokus.

Tabel 3.4 Imunisasi dan kondisi terpapar infeksi
Paparan infeksi: Campak; Inkubasi: 8-12 hari, pemberian vaksinasi: 0-3 hari paparan.
Paparan infeksi: Varisela; Inkubasi: 14-16 hari, pemberian vaksinasi: 0-3 hari paparan.
Paparan infeksi: Rubela; Inkubasi: 14-23 hari, pemberian vaksinasi: tidak perlu.
Paparan infeksi: Gondongan; Inkubasi: 12-25 hari, pemberian vaksinasi: tidak perlu.
Paparan infeksi: Hepatitis B; Inkubasi: 14-160 hari, pemberian vaksinasi: perlu aktif dan pasif segera dalam 12 jam.
Paparan infeksi: Tetanus; Inkubasi: 24 jam – beberapa bulan, pemberian vaksinasi: perlu aktif dan pasif.
Paparan infeksi: Hepatitis A; Inkubasi: 15-50 hari, pemberian vaksinasi: tidak perlu.

VAKSINASI PADA ANAK DENGAN REAKSI EFEK SAMPING
Pada anak yg pernah menderita reaksi efek samping yg serius setelah imunisasi, imunisasi berikutnya harus di rumah sakit dengan pengawasan dokter.

AIR SUSU IBU DAN IMUNISASI
Tidak terdapat kontra indikasi pada bayi yg sedang menyusui bila ibunya diberikan imunisasi baik dengan bakteri atau virus hidup dan kuman yg dilemahkan.
Sebaliknya air susu ibu tidak akan menghalangi seorang bayi untuk mendapatkan imunisasi.


================================================================

Mau beli atau jualan parfum FM juga?