 |
Mau Beli Parfum atau Jualan Juga?
|
PII.I.2. THE VALUE OF
VACCINATION
Diketik kembali dari Pedoman Imunisasi di Indonesia edisi 4,
Bab I.2, dengan penulis asli: Sri Rezeki S Hadinegoro
Pendahuluan
Dalam dunia kesehatan dikenal 3 pilar utama dalam
meningkatkan kesehatan masyarakat yaitu preventif atau pencegahan, kuratif atau
pengobatan, dan rehabilitatif.
Melalui upaya pencegahan penularan dan transmisi penyakit
infeksi yg berbahaya akan mengurangi morbiditas dan mortalitas penyakit infeksi
pada anak, terutama kelompok di bawah umur 5 tahun.
Penyediaan air bersih, Nutrisi yg seimbang, Pemberian air
susu ibu eksklusif, Menghindari pencemaran udara di dalam rumah, Keluarga
berencana, dan Vaksinasi merupakan unsur utama dalam upaya pencegahan.
Penyakit infeksi yang berbahaya berarti penyakit tersebut
dapat menyebabkan kematian dan kecacatan seumur hidup dan akan menyebabkan
beban masyarakat di kemudian hari.
Mempelajari vaksinasi, dunia telah menapaki jalan yg
panjang.
Sejak para ahli dalam bidang vaksinasi yaitu Edward Jenner,
Louis Pasteur, Emil von Behring, dan Shibasaburo Kitasato, Johan Salk, dan
Albert Sabin, selama hampir 3 abad yaitu antara tahun 1689 sampai tahun 1950-an
telah meletakkan dasar-dasar imunisasi yang kita kenal saat ini.
Sampai akhirnya kini telah dikenal secara luas adanya vaksin
sebagai ‘alat’ yg efektif dan murah untuk perbaikan kesehatan umat manusia.
Anak-anak di semua negara secara rutin telah mendapat
imunisasi untuk mencegah penyakit berbahaya sehingga imunisasi merupakan dasar
kesehatan masyarakat.
Namun, disayangkan masih banyak negara berkembang yg masih
belum dapat mencapai universal child immunization (UCI) karena cakupan
imunisasi yg rendah.
Sebenarnya apabila UCI dapat dicapai maka kita dapat
menyelamatkan 3 juta anak yang meninggal akibat penyakit yg dapat dicegah
dengan imunisasi setiap tahun.
Upaya imunisasi di Indonesia dapat dikatakan telah mencapai
tingkat yg memuaskan.
Namun, dari Survei Kesehatan dan Demografi Indonesia (SKDI)
diketahui bahwa pada 2 tahun terakhir cakupan imunisasi sangat dirasakan dengan
ditemukannya kembali kasus poilo dan difteria di negara kita.
306 orang anak menderita poliomielitis pada periode Mei 2005
sampai dengan Februari 2006 sebagai akibat cakupan vaksinasi polio yg menurun
di daerah Cidahu, Sukabumi.
Angka kejadian difteria yg masih tinggi pada tahun 2000
ditemukan 1036 kasus dan 174 kasus pada th 2007 merupakan bukti bahwa vaksinasi
DPT tidak merata.
Keadaan yg memprihatinkan ini ditambah lagi dengan maraknya
kampanye anti vaksin yg disuarakan oleh kelompok tertentu.
Pandangan negatif terhadap vaksinasi bukan saja dikemukakan
oleh masyarakat awam namun juga oleh sebagian petugas kesehatan.
MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS SASARAN TAHUN 2015
Dunia telah bersepakat untuk melakukan upaya mensejahterakan
masyarakatnya bersama-sama.
Kesepakatan tersebut tertuang dalam program Millenium
Development Goals (MDGs) = Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium.
Sebagai bagian dari upaya untuk memenuhi komitment tersebut,
Indonesia selaku salah satu negara yang turut menandatangani Deklarasi Milenium
pada September 2000, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala
Badan Perencana Pembangunan Nasional telah mengeluarkan Laporan Perkembangan
Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium pada Februari 2004.
Pencapaian MDGs tujuan (goal) nomer 4 adalah menurunkan
kematian anak, dengan target menurunkan angka kematian balita menjadi 2/3 dari
tahun 1990 ke tahun 2015.
Menurut SKDI angka kematian balita tahun 1998-2003 adalah 46
per 1000 kelahiran hidup, jauh menurun dibandingkan 216 per 1000 kelahiran
hidup tahun 1960.
Namun kita perlu sadari bahwa angka kematian bayi di
Indonesia tertinggi di antara negara ASEAN (4,6 kali di Malaysia, 1,3 kali
Filipina, dan 1,8 kali kematian bayi di Thailand).
Target tahun 2015 angka kematian balita harus turun menajdi
23 per 1000 kelahiran hidup.
Di dalam mencapai tujuan keempat MDGs, program vaksinnais
menduduki peran yg sangat penting dan strategis.
Mengapa?
Apa saja kelebihan yg berada di balik program imunisasi tsb?
Saya meminjam istilah seorang pakar health economist David
Bloom yg mengupas tentang the values of vacination.
IMUNISASI SEBAGAI UPAYA EFEKTIF PENCEGAHAN PENYAKIT.
Seorang dapat menderita penyakit infeksi sebagai akibat dari
interaksi antara “host” (pejamu) yaitu orang yg diserang penyakit, “agent”
(mikroorganisme penyebab penyakit, dapat bersifat ganas atau tidak , dan
“enviroment” (lingkungan yg menyokong terjadinya penyakit).
Apabila salah satu komponen dominan atau lemah maka infeksi
tersebut akan terjadi.
Dalam upaya pencegahan, kita dapat mengendalikan faktor
pejamu.
Melalui imunisasi dapat diupayakan mempertinggi kekebalan
pejamu terhadap penyakit tertentu sehingga dapat melawan mikroorganisme
penyebab penyakit, tanpa harus mengalami sakit terlebih dahulu.
Mengingat pemberian antibiotik tidak menyelesaikan semua
masalah penyakit infeksi, maka lebih bijak apabila kita dapat mencegah
terjangkitnya penyakit infeksi.
Dalam sepuluh tahun terakhir, duinia sudah mengubah paradigma
kuratif ke arah preventif, yg lebih murah dan efektif.
DAMPAK IMUNISASI SECARA INDIVIDU DAN SOSIAL
Nilai (value) vaksin dibagi dalam 3 kategori yaitu secara
individu, sosial, dan keuntungan dalam menunjang sistem kesehatan nasional.
Secara singkat, apabila seseorang anak telah mendapat
vaksinasi maka 80%-95% akan terhindar dari penyakit infeksi yg ganas.
Makin banyak bayi/ anak yg mendapat vaksinasi (dinilai dari
cakupan imunisasi), makin terlihat penurunan angka kesakitan (morbiditas) dan
kematian (mortalitas).
Kekebalan individu ini akan mengakibatkan penularan penyakit
dari anak ke anak lain atau kepada orang dewasa yg hidup bersamanya.
Inilah yg disebut keuntungan sosial, karena dalam hal ini
5%-20% anak yg tidak diimunisasi akan juga terlindung, disebut herd immunity
atau kekebalan komunitas.
Maka mendeteksi daerah penularan penyakit melalui program
imunisasi sangat membantu mencari siapa target vaksinasi sehingga akan tepat
sasaran dan lebih cepat menurunkan insidens penyakit, upaya ini disebut source
drying.
Keuntungan lain, dengan menurunnya angka kesakitan akan
menurunkan pula biaya pengobatan dan perawatan di rumah sakit, mencegah
kematian dan kecacatan yg akan menjadi beban masyarakat seumur hidupnya.
Dengan mencegah seorang anak dari penyakit infeksi yg
berbahaya, berarti akan meningkatkan kualitas hidup anak dan meningkatkan daya
produktivitas di kemudian hari.
Perlu diingat bahwa 30% dari anak-anak masa kini adalah
generasi yg akan memegang kendali pemerintahan di masa yg akan datang.
Vaksinasi merupakan upaya paling ampuh dalam mencegah
penyebaran/ penularan penyakit infeksi yg ganas dan menular dari orang ke orang
lain.
Sebagai pengalaman yg tidak mungkin terlupakan adalah
terjadinya “reinfeksi polio” di negara kita, Februari 2005.
Sebenarnya program vaksinasi polio di negara kita sudah
sangat baik, hal ini dibuktikan dengan tidak ditemukan lagi kasus polio di
Indoensia sejak tahun 1995.
Namun mengapa pada awal th 2005 ada kasus polio kembali?
Cakupan imunisasi polio yg rendah membuat suatu daerah
rentan thd penularan.
Kasusu polio impor dari Sudan ditemukan di Sukabumi, Jawa
Barat, dalam waktu yg sangat singkat dapat menyebar sampai Nangroe Aceh
Darusalam dan dari Jawa Barat menyebar sampai ke Jawa Timur dan pulau Madura.
Dalam waktu kurang dari 6 bulan telah ditemukan 306 kasus
polio dengan kelumpuhan yg menetap.
Melalui upaya yg menghabiskan dana yg sangat besar (PIN 6
kali dan Sub PIN 5 kali), dan menguras tenaga para petugas kesehatan yg dibantu
para kader telah menghalau penyakit polio dari bumi kita, terbukti kasus polio
terakhir dilaporkan pada tanggal 22 Februari 2006 di NAD.
KEAMANAN VAKSIN DIUTAMAKAN
Upaya imunisasi di Indonesia yg telah dilakukan sejak tahun
70-an pada bayi dan anak, merupakan program untuk memenuhi Konvensi Hak Anak yg
diberlakukan sejak 2 September 1990 oleh PBB.
Konvensi Hak Anak meliputi hak atas kelangsungan hidup
(survival), hak untuk berkembang (development), hak atas perlindungan
(protection) dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat (participation).
Maka sebagai upaya nyata, pemerintah bersama orang tua
mempunyai kewajiban memberikan upaya kesehatan terbaik demi tumbuh kembang
anak, dan imunisasi merupakan upaya pencegahan yg efektif terhadap penyakit
infeksi yg dapat menyebabkan kematian dan kecacatan.
Dengan makin banyaknya bayi/ anak yg mendapat imunisasi,
penyakit yg dicegah tersebut makin arang terlihat lagi.
Di lain pihak, rasa ketakutan kepada efek samping vaksinasi
menjadi lebih dominan dibandingkan dengan ketakutan terhadap penyakitnya.
Padahal akibat dari penyakit jelas lebih membahayakan
dibandingkan dengan dampak imunisasi.
Misalnya anak yg terkena campak akan mengalami demam tinggi
(terjadi pada 90%) sehingga anak dapat mengalami kejang untuk anak yg mempunyai
riwayat kejang demam, dapat mengalami pneumonia 40% kasus, atau ensefalitis 2%
sebagai komplikasi campak.
Sedangkan akibat imunisasi campak tidak seberapa apabila
dibanding dengan penyakitnya, demam yg akan timbul satu minggu setelah
imunisasi terjadi pada sekitar 10% dari anak yg diimunisasi dan dapat diobati
dengan obat penurun panas.
Berbagai jenis vaksin yg beredar di masyarakat sejak 10
tahun terakhir, merupakan vaksin yg aman dan ampuh.
Berarti, vaksin yg dipergunakan di seluruh dunia mempunyai
keamanan yg sama karena mempergunakan standar internasional.
Di samping itu, vaksin tersebut dapat menimbulkan kekebalan
yg lebih baik dan lebih tinggi kadarnya, sehingga bertahan dalam jangka waktu
yg lebih lama daripada vaksin terdahulu.
Vaksin adalah mikroorganisme atau toksoid yang diubah
sedemikian rupa sehingga patogenitas atau toksisitasnya hilang tetapi masih
dapat mengandung sifat antigenisitas.
Pada dasarnya vaksin dibagi menjadi vaksin dibagi menjadi
vaksin hidup yg dilemahkan (live attenuated vaccine) dan vaksin mati (killed
inactivated vaccine)
Vaksin hidup mempunyai kelebihan karena dapat menghasilkan
kadar antibodi yg lebih tinggi dan pada umumnya bertahan lama.
Namun, dapat menimbulkan reaksi simpang yg berat, sesuai
dengan infeksi alami.
Sedangkan vaksin mati, dapat berupa mikroorganisme utuh atau
komponennya.
Komponen yg dipilih adalah komponen mikroorganisme (antigen)
yg bersifat imunogen artinya yg bertanggung jawab terhadap respons antibodi yg
diinginkan.
Keuntungan vaksin mati/ komponen pada umumnya tidak memberikan
reaksi simpang yg berat (reaksi sistemik), namun menyebabkan reaksi simpang
lokal (pada tempat suntikan).
Reaksi lokal tersebut disebabkan oleh zat lain yg terdapat
di dalam vaksin seperti adjuvant, preservations, buffer, antibiotik, atau zat pelarut.
Zat-zat tersebut diperlukan untuk meningkatkan titer
antibodi yg dibentuk, sebagai pengawet ataupun melindungi terhadap kontaminan
pada vaksin yg dikemas sebagai multi dose vial.
Keinginan menghasilkan vaksin yg lebih aman dan dapat
memberikan perlindungan selama mungkin, membuat para ahli berupaya mengurangi
reaksi simpang yg dapat ditimbulkan, mencari antigen yg tepat, mencari adjuvant
yg aman untuk meningkatkan kadar antibodi protektif sehingga bertahan lebih
lama,memilih protein aktif yg dapat berkonyugasi dengan antigen polisakarida,
serta mempergunakan DNA recombinant.
Maka dengan teknologi rekayasa genetik, dapat dihasilkan
vaksin-vaksin dengan teknologi baru seperti vaksin rekombinan (vaksin
rekombinan HepB), vaksin split (vaksin influenza), vaksin aselular pertusis,
vaksin konjugasi (vaksin pneumokokus, meningokokus), vaksin kombinasi (vaksin
DTP-Hib, DTP-hepatitis B, DTP-Hib-IPV), adjuvanted vaccine (vaksin HPV), dan
vaksin DNA (vaksin dengue).
Keamanan vaksin tercermin dari kualitas dan kuantitas vaksin
yg diberikan, yg akan menentukan keberhasilan vaksinasi seperti cara pemberian,
dosis, interval pemberian, dan jenis vaksin.
Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respons imun yg
timbul.
Misalnya vaksin polio oral (OPV) akan menimbulkan imunitas
lokal di samping sistemik, sedang vaksin polio parenteral (IPV) akan memberikan
imunitas sistemik yg lebih baik daripada lokal.
Hal lain mengenai dosis vaksin, dosis yg terlalu tinggi atau
terlalu rendah akan mempengaruhi respons imun.
Dosis terlalu tinggi akan menghambat respons imun, sedang
dosis terlalu rendah tidak merangsang sel imunokompeten.
Maka dosis yg tepat adalah dosis yg sesuai dengan dosis yg
direkomendasikan.
Frekuensi pemberian juga mempengaruhi respons imun yg
terjadi.
Respons imun sekunder menimbulkan sel efektor aktif lebih
cepat, lebih tinggi produksinya, dan afinitasnya yg lebih tinggi.
Di samping frekuensi, jarak pemberian pun akan mempengaruhi
respons imun yg terjadi.
Apabila pemberian vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar
antibodi spesifik masih tinggi, maka antigen yg masuk segera dinetralkan oleh
antibodi spesifik yg masih tinggi tersebut sehingga tidak sempat merangsang sel
imunokompeten.
Bahkan dapat terjadi apa yg dinamakan reaksi Arthus, yaitu
bengkak kemerahan di daerah suntikan antigen akibat pembentukan kompleks
antigen-antibodi lokal sehingga terjadi peradangan lokal.
Oleh karena itu jadwal pemberian ulang (booster) sebaiknya
mengikuti apa yg dianjurkan.
Ajuvan adalah zat yg secara nonspesifik dapat meningkatkan
respons imun terhadap antigen.
Ajuvan akan meningkatkan respons imun dengan mempertahankan
antigen pada atau dekat dengan tempat suntikan, dan mengaktivasi sel APC
(Antigen Presenting Cells) untuk memproses antigen secara efektif dan
memproduksi interleukin yg akan mengaktifkan sel imunokompeten lainnya.
Namun adjuvan dapat menyebabkan reaksi lokal pasca
imunisasi, walaupun pada umumnya ringan.
Keberhasilan imunisasi juga tergantung pada status imun
pejamu dan faktor genetik maka untuk individu dengan defisiensi imun diperlukan
panduan imunisasi khusus.
RISK AND BENEFITS OF IMMUNIZATION
INVESTASI KESEHATAN
Beberapa ahli memperkirakan bahwa vaksinasi mempunyai nilai
di bawah keperluan esensial lain seperti pengobatan dan pendidikan, maka
keluarga harus menabung untuk keperluan tersebut.
Tidak terpikirkan oleh mereka bahwa pencegahan penyakit akan
mengurangi biaya pengobatan dan meningkatkan mutu pendidikan akan mengurangi
biaya pengobatan dan meningkatkan mutu pendidikan apabila anak tetap sehat.
Oleh karena itu para ahli kesehatan masyarakat mengatakan
program imunisasi sangat efektif dan murah apabila diberikan dalam cakupan yg
luas, secara nasional.
Imunisasi berguna sebagai investasi untuk kesejahteraan anak
masa depan, seperti yg dilaporkan dalam World Development Report tahun 1993
yaitu investing in health.
Untuk menghitung berapa nilai vaksinasi sebagai alat
pencegahan penyakit, diperlukan perhitungan secara farmako-ekonomi, dengan
memperhitungkan terlebih dahulu parameter yg akan dipergunakan.
Badan Kesehatan Dunia untuk Regional Asia Tenggara
(WHOSEARO), mengatakan bahwa apabila suatu negara memerlukan vaksin sebagai
upaya pencegahan penyakit secara nasional, harus melalui beberapa tahapan
pemikiran dan strategi.
PERTAMA, tentukan besaran masalah penyakit yg akan dicegah
dengan vaksinasi tersebut, disebut burden of disease.
Jadi kita harus tahu penyebab penyakit infeksi tersebut,
data dari kelompok usia beberapa yg paling banyak terkena, bagaimana gejala
penyakitnya, bagaimana cara penularannya, berapa besar kematian, bagaimana
pengobatan dan bagaimana apabila terjadi komplikasi, apakah jika setelah anak
sembuh akan menderita kecacatan seumur hidup?
Sehingga dengan demikian dapat dinilai berapa uang yg dapat
diinvestasikan dibandingkan pengeluaran yg harus dikeluarkan apabila anak
sakit.
Sebagai contoh, kematian anak di bawah umur 1 tahun di
Indonesia 75% disebabkan karena infeksi saluran nafas akut, komplikasi
perinatal (bayi umur 0-28 hari), dan diare.
Maka upaya untuk mengatasi ketiga penyebab kesakitan dan
kematian utama tersebut harus diutamakan.
Cukup banyak vaksin yg dapat dicegah penyakit yg berhubungan
dengan infeksi saluran nafas akut, yaitu vaksinasi campak dapat mencegah 20%,
pertusis 15%, Hib 8%, dan pneumokokus 25%.
Mengingat hampir 50% dari diare disebabkan oleh rotavirus,
maka vaksinasi rotavirus akan sangat bermanfaat dalam menurunkan angka
kesakitan dan kematian pada diare.
KEDUA, kajian terhadap vaksin yg akan dipergunakan secara
masal.
Bagaimana keamanan vaksin, berapa lama menimbulkan
kekebalan, bagaimana efek samping yg dapat terjadi setelah diimunisasi
(kejadian ikutan pasca imunisasi/ KIPI), berapa besar vaccine efficacy dalam
upaya mencegah penyakit (diketahui dari pemantauan jangka panjang).
KETIGA, keberadaan jumlah vaksin yg telah beredar harus
senantiasa dijaga (sustainable), untuk hal ini produsen vaksin harus
memperhatikan keadaan jumlah vaksin di pasaran tidak boleh sampai kekurangan.
KEEMPAT, menghitung keuntungan dan kerugian dalam menerima
vaksin baru (cost benefit analysis).
Dalam penghitungan cost benefit, semua keuntungan, dan
kerugian dihitung dalam bentuk uang.
Termasuk di dalamnya berapa biaya perawatan dan pengobatan
apabila sakit, kerugian tidak sekolah, kerugian orang tua menunggu anaknya
apabila sakit sehingga tidak bekerja, dan yg paling penting berapa kerugian
apabila menjadi cacat seumur hidup.
Di pihak lain berapa keuntungan yg didapatkan termasuk
peningkatan kualitas hidup naka sehingga tidak terkena penyakit, efektifitas
dan efikasi vaksin untuk mencegah penyakit, dan peningkatan nilai kesehatan
orang di sekitarnya (indirect impact/ herd immunity).
Analisis tersebut dihitung dengan DALY’s score.
EXTENDING LIFE EXPECTANCY
Melalui penilaian hal-hal yg telah disebutkan, akan dapat
dirasakan bahwa dengan memberikan vaksinasi pada seorang bayi/ anak lebih
banyak manfaatnya daripada kerugiannya.
Imunisasi dapat mencegah penyakit di masa depan.
Sebagai contoh hepatitis B, melalui imunisasi hepatitis B
pada bayi dapat mencegah kejadian hepatocarcinoma pada umur produktif (30-40
tahun).
Oleh karena sekitar 90% bayi yg dilahirkan oleh ibu dengan
infeksi hepatitis B aktif akan mengalami infeksi virus hepatitis B, 95% akan
berkembang menjadi kronik dan menjadi kanker hati di kemudian hari.
Contoh lain, pemberian vaksinasi tetanus minimal harus
diberikan 5 kali seumur hidup, untuk mencegah hampir 100% tetanus neonatorum
pada bayi yg dilahirkan.
Demikian juga vaksinasi MMR pada anak di usia 15 bulan dan 5
tahun, akan mencegah cacat bawaan apabila di kemudian hari telah menjadi
seorang ibu.
Ibu hamil yg menderita rubela akan melahirkan bayi dengan
cacat bawaan disebut rubela kongenital (76%) dengan kelainan jantung bawaan,
katarak, microcephal, sehingga keterlambatan perkembangan anak.
Dengan beberapa contoh tersebut, dapat dikatakan bahwa
imunisasi merupakan investasi untuk mendapatkan kesejahteraan di masa depan dan
akan memperpanjang usia harapan hidup.
MENCEGAH PERKEMBANGAN BAKTERI YG RESISTEN TERHADAP
ANTIBIOTIK
Keuntungan lain dari pencegahan infeksi, adalah mencegah
terjadinya resistensi antibiotik terhadap bakteri penyebab.
Melalui pencegahan penyakit, insiden penyakit akna menurun
oleh karena transmisis penyakit menurun, termasuk menurunnya bakteri yg
resisten terhadap antibiotik.
Tampak penurunan angka kejadian resistensi terhadap Streptococcus
pneumonia mengikuti program vaksinasi pneumokokus konyugasi di Amerika Serikat
sejak tahun 2000.
KEAMANAN MELAKUKAN PERJALANAN KE NEGERI ENDEMIK
Imunisasi sangat penting untuk keamanan perjalanan ke negara
endemik suatu penyakit, misalnya calon haji harus mendapat vaksinasi meningitis
meningokok.
Berkumpulnya begitu banyak orang dari segala penjuru dunia,
terutama dari daerah meningitis belt di Afrika.
Oleh karena meningokokus tidak ada di Indonesia, maka orang
Indonesia tidak mempunyai antibodi terhadap meningokok dan rentan terhadap
penularan.
Penyakit lain yg diperlukan untuk berkunjung ke luar negeri
adalah yellow fever dan Japanese encephalitis.
PENINGKATAN PERTUMBUHAN EKONOMI
Peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara tentunya akan
lebih baik apabila masyarakatnya lebih sehat sehingga anggaran untuk pengobatan
dapat dialihkan kepada keperluan lain yg membutuhkan.
Perhatian orang tua pun dapat terpusat pada peningkatan
ekonomi dan tidak diganggu oleh kesakitan anak-anaknya.
PENINGKATAN PERDAMAIAN
World Health Organization membuat ilustrasi yg telah terjadi
di Bangladesh saat akan dilakukan imunisasi masal (PIN polio) maka untuk sementara
kedua organisasi yg sedang bertengkar, damai untuk sementara.
Jadi walaupun dalam keadaan perang, imunisasi dapat menjadi
upaya perdamaian demi kesehatan masyarakatnya.
PENCEGAHAN TERHADAP BIOTERRORISM
Isu bioterrorism akhir-akhir ini muncul sebagai hal yg
mengancam keamanan suatu negara.
Dengan pemberian vaksinasi lengkap, maka kita tidak perlu
khawatir terhadap isu tersebut yg mungkin belum tentu benar.
HORMATI ORANG TUA UNTUK MEMILIH
Dalam dunia kedokteran modern, hak otonomi orang tua sebagai
pengasuh anaknya tidak boleh dilupakan.
Dalam istilah etik kedokteran dikenal 3 pilar utama yaitu
Beneficence, Nonmaleficence, dan Justice.
Hal tersebut mempunyai implikasi kepada dokter untuk selalu
menghormati kehendak orang tua karena anak tidak dapta mengemukakan pendapatnya
sendiri.
Orang tua akan memilih hal yg mereka “kehendaki”
walaupun sebenarnya hal tersebut salah.
Oleh karena itu, dalam menentukan pilihan orang tua untuk
anaknya harus mendapat keterangan yg benar.
Penerangan yg tidak benar terutama mengenai keamanan vaksin
akan menyebabkan pendapat negatif orang tua terhadap imunisasi secara
keseluruhan.
Apalagi publikasi negatif terhadap imunisasi sangat mudah
didapat baik di toko buku maupun di dunia maya (internet).
Penting harus dijelaskan bahwa memberikan vaksinasi kepada
anaknya jauh lebih menguntungkan (secara individu dan sosial/ lingkungannya)
daripada kerugiannya (kejadian ikutan pasca imunisasi).
Sehingga dapat dikatakan imunisasi adalah investasi untuk
kesehatan manusia di masa depan.
Beneficence berarti berbuat baik untuk mendapat outcome yg
lebih baik dan dalam aspek imunisasi pada umumnya terkenal istilah ‘common good’
atau ‘public good’.
Sedangkan non-maleficence berarti ‘to do no harm’ yg dalam
aspek imunisasi berarti apakah pemberian vaksinasi dapat menimbulkan risiko
negatif, misalnya vaksin pertusis dapat menimbulkan risiko kejadian ikutan
pasca imunisasi ensefalopati.
Seorang anak mempunyai hak untuk tetap sehat yg merupakan
salah satu keadilan dalam upaya kesehatan, termasuk imunisasi.
Jadi dalam keadilan termasuk hak asasi anak dan orang tuanya
untuk mendapat imunisasi.
Dalam hal imunisasi termasuk pemberian vaksin baru, maka
pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengadakannya dan memberikan kepada anak
untuk melawan penyakit yg berbahaya.
Apabila orang tua menolak anaknya diimunisasi, hal tersebut
juga merupakan hak asasi orang tua untuk menolak.
Namun kita wajib memberikan informasi yg jelas dan mudah
dimengerti.
Diharapkan pada era demokrasi terkait dengan pemberian
imunisasi, kehendak orang tua harus dihormati dalam memilih imunisasi bagi
anaknya.
Namun, penerangan nilai-nilai yg terkandung dalam upaya
imunisasi harus diberikan secara baik dan bijaksana sehingga kemantapan program
imunisasi di Indonesia akan tercapai.
Value dari vaksinasi perlu disebarluaskan dalam mengatasi
negative campaign terhadap imunisasi yg akhir-akhir ini berkembang di negara
kita.
PEDOMAN IMUNISASI di INDONESIA
Bersambung ...
=======================================================================
www.sahabat-wangi.com/index.php?id=drfreddy
WA
081808395318
BBM
5376DABF
Email:
federicomahora@outlook.com
http://freddyfragrance.blogspot.co.id/
Jangan
lupa "Like" www.facebook.com/federicomahoraindonesia#
 |
Mau Beli Parfum atau Jualan Juga?
|