Selasa, 29 September 2015

NILAI IMUNISASI PII.I.2. THE VALUE OF VACCINATION

Mau Beli Parfum atau Jualan Juga?


PII.I.2. THE VALUE OF VACCINATION

Diketik kembali dari Pedoman Imunisasi di Indonesia edisi 4, Bab I.2, dengan penulis asli: Sri Rezeki S Hadinegoro

Pendahuluan
Dalam dunia kesehatan dikenal 3 pilar utama dalam meningkatkan kesehatan masyarakat yaitu preventif atau pencegahan, kuratif atau pengobatan, dan rehabilitatif.
Melalui upaya pencegahan penularan dan transmisi penyakit infeksi yg berbahaya akan mengurangi morbiditas dan mortalitas penyakit infeksi pada anak, terutama kelompok di bawah umur 5 tahun.
Penyediaan air bersih, Nutrisi yg seimbang, Pemberian air susu ibu eksklusif, Menghindari pencemaran udara di dalam rumah, Keluarga berencana, dan Vaksinasi merupakan unsur utama dalam upaya pencegahan.
Penyakit infeksi yang berbahaya berarti penyakit tersebut dapat menyebabkan kematian dan kecacatan seumur hidup dan akan menyebabkan beban masyarakat di kemudian hari.

Mempelajari vaksinasi, dunia telah menapaki jalan yg panjang.
Sejak para ahli dalam bidang vaksinasi yaitu Edward Jenner, Louis Pasteur, Emil von Behring, dan Shibasaburo Kitasato, Johan Salk, dan Albert Sabin, selama hampir 3 abad yaitu antara tahun 1689 sampai tahun 1950-an telah meletakkan dasar-dasar imunisasi yang kita kenal saat ini.
Sampai akhirnya kini telah dikenal secara luas adanya vaksin sebagai ‘alat’ yg efektif dan murah untuk perbaikan kesehatan umat manusia.
Anak-anak di semua negara secara rutin telah mendapat imunisasi untuk mencegah penyakit berbahaya sehingga imunisasi merupakan dasar kesehatan masyarakat.

Namun, disayangkan masih banyak negara berkembang yg masih belum dapat mencapai universal child immunization (UCI) karena cakupan imunisasi yg rendah.
Sebenarnya apabila UCI dapat dicapai maka kita dapat menyelamatkan 3 juta anak yang meninggal akibat penyakit yg dapat dicegah dengan imunisasi setiap tahun.

Upaya imunisasi di Indonesia dapat dikatakan telah mencapai tingkat yg memuaskan.
Namun, dari Survei Kesehatan dan Demografi Indonesia (SKDI) diketahui bahwa pada 2 tahun terakhir cakupan imunisasi sangat dirasakan dengan ditemukannya kembali kasus poilo dan difteria di negara kita.
306 orang anak menderita poliomielitis pada periode Mei 2005 sampai dengan Februari 2006 sebagai akibat cakupan vaksinasi polio yg menurun di daerah Cidahu, Sukabumi.
Angka kejadian difteria yg masih tinggi pada tahun 2000 ditemukan 1036 kasus dan 174 kasus pada th 2007 merupakan bukti bahwa vaksinasi DPT tidak merata.
Keadaan yg memprihatinkan ini ditambah lagi dengan maraknya kampanye anti vaksin yg disuarakan oleh kelompok tertentu.
Pandangan negatif terhadap vaksinasi bukan saja dikemukakan oleh masyarakat awam namun juga oleh sebagian petugas kesehatan.

MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS SASARAN TAHUN 2015
Dunia telah bersepakat untuk melakukan upaya mensejahterakan masyarakatnya bersama-sama.
Kesepakatan tersebut tertuang dalam program Millenium Development Goals (MDGs) = Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium.
Sebagai bagian dari upaya untuk memenuhi komitment tersebut, Indonesia selaku salah satu negara yang turut menandatangani Deklarasi Milenium pada September 2000, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencana Pembangunan Nasional telah mengeluarkan Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium pada Februari 2004.
Pencapaian MDGs tujuan (goal) nomer 4 adalah menurunkan kematian anak, dengan target menurunkan angka kematian balita menjadi 2/3 dari tahun 1990 ke tahun 2015.
Menurut SKDI angka kematian balita tahun 1998-2003 adalah 46 per 1000 kelahiran hidup, jauh menurun dibandingkan 216 per 1000 kelahiran hidup tahun 1960.
Namun kita perlu sadari bahwa angka kematian bayi di Indonesia tertinggi di antara negara ASEAN (4,6 kali di Malaysia, 1,3 kali Filipina, dan 1,8 kali kematian bayi di Thailand).
Target tahun 2015 angka kematian balita harus turun menajdi 23 per 1000 kelahiran hidup.
Di dalam mencapai tujuan keempat MDGs, program vaksinnais menduduki peran yg sangat penting dan strategis.
Mengapa?
Apa saja kelebihan yg berada di balik program imunisasi tsb?
Saya meminjam istilah seorang pakar health economist David Bloom yg mengupas tentang the values of vacination.

IMUNISASI SEBAGAI UPAYA EFEKTIF PENCEGAHAN PENYAKIT.
Seorang dapat menderita penyakit infeksi sebagai akibat dari interaksi antara “host” (pejamu) yaitu orang yg diserang penyakit, “agent” (mikroorganisme penyebab penyakit, dapat bersifat ganas atau tidak , dan “enviroment” (lingkungan yg menyokong terjadinya penyakit).
Apabila salah satu komponen dominan atau lemah maka infeksi tersebut akan terjadi.
Dalam upaya pencegahan, kita dapat mengendalikan faktor pejamu.
Melalui imunisasi dapat diupayakan mempertinggi kekebalan pejamu terhadap penyakit tertentu sehingga dapat melawan mikroorganisme penyebab penyakit, tanpa harus mengalami sakit terlebih dahulu.
Mengingat pemberian antibiotik tidak menyelesaikan semua masalah penyakit infeksi, maka lebih bijak apabila kita dapat mencegah terjangkitnya penyakit infeksi.
Dalam sepuluh tahun terakhir, duinia sudah mengubah paradigma kuratif ke arah preventif, yg lebih murah dan efektif.

DAMPAK IMUNISASI SECARA INDIVIDU DAN SOSIAL
Nilai (value) vaksin dibagi dalam 3 kategori yaitu secara individu, sosial, dan keuntungan dalam menunjang sistem kesehatan nasional.
Secara singkat, apabila seseorang anak telah mendapat vaksinasi maka 80%-95% akan terhindar dari penyakit infeksi yg ganas.
Makin banyak bayi/ anak yg mendapat vaksinasi (dinilai dari cakupan imunisasi), makin terlihat penurunan angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas).
Kekebalan individu ini akan mengakibatkan penularan penyakit dari anak ke anak lain atau kepada orang dewasa yg hidup bersamanya.
Inilah yg disebut keuntungan sosial, karena dalam hal ini 5%-20% anak yg tidak diimunisasi akan juga terlindung, disebut herd immunity atau kekebalan komunitas.
Maka mendeteksi daerah penularan penyakit melalui program imunisasi sangat membantu mencari siapa target vaksinasi sehingga akan tepat sasaran dan lebih cepat menurunkan insidens penyakit, upaya ini disebut source drying.

Keuntungan lain, dengan menurunnya angka kesakitan akan menurunkan pula biaya pengobatan dan perawatan di rumah sakit, mencegah kematian dan kecacatan yg akan menjadi beban masyarakat seumur hidupnya.
Dengan mencegah seorang anak dari penyakit infeksi yg berbahaya, berarti akan meningkatkan kualitas hidup anak dan meningkatkan daya produktivitas di kemudian hari.
Perlu diingat bahwa 30% dari anak-anak masa kini adalah generasi yg akan memegang kendali pemerintahan di masa yg akan datang.

Vaksinasi merupakan upaya paling ampuh dalam mencegah penyebaran/ penularan penyakit infeksi yg ganas dan menular dari orang ke orang lain.
Sebagai pengalaman yg tidak mungkin terlupakan adalah terjadinya “reinfeksi polio” di negara kita, Februari 2005.
Sebenarnya program vaksinasi polio di negara kita sudah sangat baik, hal ini dibuktikan dengan tidak ditemukan lagi kasus polio di Indoensia sejak tahun 1995.
Namun mengapa pada awal th 2005 ada kasus polio kembali?
Cakupan imunisasi polio yg rendah membuat suatu daerah rentan thd penularan.
Kasusu polio impor dari Sudan ditemukan di Sukabumi, Jawa Barat, dalam waktu yg sangat singkat dapat menyebar sampai Nangroe Aceh Darusalam dan dari Jawa Barat menyebar sampai ke Jawa Timur dan pulau Madura.
Dalam waktu kurang dari 6 bulan telah ditemukan 306 kasus polio dengan kelumpuhan yg menetap.
Melalui upaya yg menghabiskan dana yg sangat besar (PIN 6 kali dan Sub PIN 5 kali), dan menguras tenaga para petugas kesehatan yg dibantu para kader telah menghalau penyakit polio dari bumi kita, terbukti kasus polio terakhir dilaporkan pada tanggal 22 Februari 2006 di NAD.

KEAMANAN VAKSIN DIUTAMAKAN
Upaya imunisasi di Indonesia yg telah dilakukan sejak tahun 70-an pada bayi dan anak, merupakan program untuk memenuhi Konvensi Hak Anak yg diberlakukan sejak 2 September 1990 oleh PBB.
Konvensi Hak Anak meliputi hak atas kelangsungan hidup (survival), hak untuk berkembang (development), hak atas perlindungan (protection) dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat (participation).
Maka sebagai upaya nyata, pemerintah bersama orang tua mempunyai kewajiban memberikan upaya kesehatan terbaik demi tumbuh kembang anak, dan imunisasi merupakan upaya pencegahan yg efektif terhadap penyakit infeksi yg dapat menyebabkan kematian dan kecacatan.
Dengan makin banyaknya bayi/ anak yg mendapat imunisasi, penyakit yg dicegah tersebut makin arang terlihat lagi.
Di lain pihak, rasa ketakutan kepada efek samping vaksinasi menjadi lebih dominan dibandingkan dengan ketakutan terhadap penyakitnya.
Padahal akibat dari penyakit jelas lebih membahayakan dibandingkan dengan dampak imunisasi.
Misalnya anak yg terkena campak akan mengalami demam tinggi (terjadi pada 90%) sehingga anak dapat mengalami kejang untuk anak yg mempunyai riwayat kejang demam, dapat mengalami pneumonia 40% kasus, atau ensefalitis 2% sebagai komplikasi campak.
Sedangkan akibat imunisasi campak tidak seberapa apabila dibanding dengan penyakitnya, demam yg akan timbul satu minggu setelah imunisasi terjadi pada sekitar 10% dari anak yg diimunisasi dan dapat diobati dengan obat penurun panas.

Berbagai jenis vaksin yg beredar di masyarakat sejak 10 tahun terakhir, merupakan vaksin yg aman dan ampuh.
Berarti, vaksin yg dipergunakan di seluruh dunia mempunyai keamanan yg sama karena mempergunakan standar internasional.
Di samping itu, vaksin tersebut dapat menimbulkan kekebalan yg lebih baik dan lebih tinggi kadarnya, sehingga bertahan dalam jangka waktu yg lebih lama daripada vaksin terdahulu.
Vaksin adalah mikroorganisme atau toksoid yang diubah sedemikian rupa sehingga patogenitas atau toksisitasnya hilang tetapi masih dapat mengandung sifat antigenisitas.
Pada dasarnya vaksin dibagi menjadi vaksin dibagi menjadi vaksin hidup yg dilemahkan (live attenuated vaccine) dan vaksin mati (killed inactivated vaccine)
Vaksin hidup mempunyai kelebihan karena dapat menghasilkan kadar antibodi yg lebih tinggi dan pada umumnya bertahan lama.
Namun, dapat menimbulkan reaksi simpang yg berat, sesuai dengan infeksi alami.
Sedangkan vaksin mati, dapat berupa mikroorganisme utuh atau komponennya.
Komponen yg dipilih adalah komponen mikroorganisme (antigen) yg bersifat imunogen artinya yg bertanggung jawab terhadap respons antibodi yg diinginkan.
Keuntungan vaksin mati/ komponen pada umumnya tidak memberikan reaksi simpang yg berat (reaksi sistemik), namun menyebabkan reaksi simpang lokal (pada tempat suntikan).
Reaksi lokal tersebut disebabkan oleh zat lain yg terdapat di dalam vaksin seperti adjuvant, preservations, buffer, antibiotik, atau zat pelarut.
Zat-zat tersebut diperlukan untuk meningkatkan titer antibodi yg dibentuk, sebagai pengawet ataupun melindungi terhadap kontaminan pada vaksin yg dikemas sebagai multi dose vial.

Keinginan menghasilkan vaksin yg lebih aman dan dapat memberikan perlindungan selama mungkin, membuat para ahli berupaya mengurangi reaksi simpang yg dapat ditimbulkan, mencari antigen yg tepat, mencari adjuvant yg aman untuk meningkatkan kadar antibodi protektif sehingga bertahan lebih lama,memilih protein aktif yg dapat berkonyugasi dengan antigen polisakarida, serta mempergunakan DNA recombinant.
Maka dengan teknologi rekayasa genetik, dapat dihasilkan vaksin-vaksin dengan teknologi baru seperti vaksin rekombinan (vaksin rekombinan HepB), vaksin split (vaksin influenza), vaksin aselular pertusis, vaksin konjugasi (vaksin pneumokokus, meningokokus), vaksin kombinasi (vaksin DTP-Hib, DTP-hepatitis B, DTP-Hib-IPV), adjuvanted vaccine (vaksin HPV), dan vaksin DNA (vaksin dengue).

Keamanan vaksin tercermin dari kualitas dan kuantitas vaksin yg diberikan, yg akan menentukan keberhasilan vaksinasi seperti cara pemberian, dosis, interval pemberian, dan jenis vaksin.
Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respons imun yg timbul.
Misalnya vaksin polio oral (OPV) akan menimbulkan imunitas lokal di samping sistemik, sedang vaksin polio parenteral (IPV) akan memberikan imunitas sistemik yg lebih baik daripada lokal.
Hal lain mengenai dosis vaksin, dosis yg terlalu tinggi atau terlalu rendah akan mempengaruhi respons imun.
Dosis terlalu tinggi akan menghambat respons imun, sedang dosis terlalu rendah tidak merangsang sel imunokompeten.
Maka dosis yg tepat adalah dosis yg sesuai dengan dosis yg direkomendasikan.
Frekuensi pemberian juga mempengaruhi respons imun yg terjadi.
Respons imun sekunder menimbulkan sel efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi produksinya, dan afinitasnya yg lebih tinggi.
Di samping frekuensi, jarak pemberian pun akan mempengaruhi respons imun yg terjadi.
Apabila pemberian vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar antibodi spesifik masih tinggi, maka antigen yg masuk segera dinetralkan oleh antibodi spesifik yg masih tinggi tersebut sehingga tidak sempat merangsang sel imunokompeten.
Bahkan dapat terjadi apa yg dinamakan reaksi Arthus, yaitu bengkak kemerahan di daerah suntikan antigen akibat pembentukan kompleks antigen-antibodi lokal sehingga terjadi peradangan lokal.
Oleh karena itu jadwal pemberian ulang (booster) sebaiknya mengikuti apa yg dianjurkan.

Ajuvan adalah zat yg secara nonspesifik dapat meningkatkan respons imun terhadap antigen.
Ajuvan akan meningkatkan respons imun dengan mempertahankan antigen pada atau dekat dengan tempat suntikan, dan mengaktivasi sel APC (Antigen Presenting Cells) untuk memproses antigen secara efektif dan memproduksi interleukin yg akan mengaktifkan sel imunokompeten lainnya.
Namun adjuvan dapat menyebabkan reaksi lokal pasca imunisasi, walaupun pada umumnya ringan.
Keberhasilan imunisasi juga tergantung pada status imun pejamu dan faktor genetik maka untuk individu dengan defisiensi imun diperlukan panduan imunisasi khusus.

RISK AND BENEFITS OF IMMUNIZATION
INVESTASI KESEHATAN
Beberapa ahli memperkirakan bahwa vaksinasi mempunyai nilai di bawah keperluan esensial lain seperti pengobatan dan pendidikan, maka keluarga harus menabung untuk keperluan tersebut.
Tidak terpikirkan oleh mereka bahwa pencegahan penyakit akan mengurangi biaya pengobatan dan meningkatkan mutu pendidikan akan mengurangi biaya pengobatan dan meningkatkan mutu pendidikan apabila anak tetap sehat.
Oleh karena itu para ahli kesehatan masyarakat mengatakan program imunisasi sangat efektif dan murah apabila diberikan dalam cakupan yg luas, secara nasional.
Imunisasi berguna sebagai investasi untuk kesejahteraan anak masa depan, seperti yg dilaporkan dalam World Development Report tahun 1993 yaitu investing in health.
Untuk menghitung berapa nilai vaksinasi sebagai alat pencegahan penyakit, diperlukan perhitungan secara farmako-ekonomi, dengan memperhitungkan terlebih dahulu parameter yg akan dipergunakan.
Badan Kesehatan Dunia untuk Regional Asia Tenggara (WHOSEARO), mengatakan bahwa apabila suatu negara memerlukan vaksin sebagai upaya pencegahan penyakit secara nasional, harus melalui beberapa tahapan pemikiran dan strategi.

PERTAMA, tentukan besaran masalah penyakit yg akan dicegah dengan vaksinasi tersebut, disebut burden of disease.
Jadi kita harus tahu penyebab penyakit infeksi tersebut, data dari kelompok usia beberapa yg paling banyak terkena, bagaimana gejala penyakitnya, bagaimana cara penularannya, berapa besar kematian, bagaimana pengobatan dan bagaimana apabila terjadi komplikasi, apakah jika setelah anak sembuh akan menderita kecacatan seumur hidup?
Sehingga dengan demikian dapat dinilai berapa uang yg dapat diinvestasikan dibandingkan pengeluaran yg harus dikeluarkan apabila anak sakit.
Sebagai contoh, kematian anak di bawah umur 1 tahun di Indonesia 75% disebabkan karena infeksi saluran nafas akut, komplikasi perinatal (bayi umur 0-28 hari), dan diare.
Maka upaya untuk mengatasi ketiga penyebab kesakitan dan kematian utama tersebut harus diutamakan.
Cukup banyak vaksin yg dapat dicegah penyakit yg berhubungan dengan infeksi saluran nafas akut, yaitu vaksinasi campak dapat mencegah 20%, pertusis 15%, Hib 8%, dan pneumokokus 25%.
Mengingat hampir 50% dari diare disebabkan oleh rotavirus, maka vaksinasi rotavirus akan sangat bermanfaat dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian pada diare.

KEDUA, kajian terhadap vaksin yg akan dipergunakan secara masal.
Bagaimana keamanan vaksin, berapa lama menimbulkan kekebalan, bagaimana efek samping yg dapat terjadi setelah diimunisasi (kejadian ikutan pasca imunisasi/ KIPI), berapa besar vaccine efficacy dalam upaya mencegah penyakit (diketahui dari pemantauan jangka panjang).

KETIGA, keberadaan jumlah vaksin yg telah beredar harus senantiasa dijaga (sustainable), untuk hal ini produsen vaksin harus memperhatikan keadaan jumlah vaksin di pasaran tidak boleh sampai kekurangan.

KEEMPAT, menghitung keuntungan dan kerugian dalam menerima vaksin baru (cost benefit analysis).
Dalam penghitungan cost benefit, semua keuntungan, dan kerugian dihitung dalam bentuk uang.
Termasuk di dalamnya berapa biaya perawatan dan pengobatan apabila sakit, kerugian tidak sekolah, kerugian orang tua menunggu anaknya apabila sakit sehingga tidak bekerja, dan yg paling penting berapa kerugian apabila menjadi cacat seumur hidup.
Di pihak lain berapa keuntungan yg didapatkan termasuk peningkatan kualitas hidup naka sehingga tidak terkena penyakit, efektifitas dan efikasi vaksin untuk mencegah penyakit, dan peningkatan nilai kesehatan orang di sekitarnya (indirect impact/ herd immunity).
Analisis tersebut dihitung dengan DALY’s score.

EXTENDING LIFE EXPECTANCY
Melalui penilaian hal-hal yg telah disebutkan, akan dapat dirasakan bahwa dengan memberikan vaksinasi pada seorang bayi/ anak lebih banyak manfaatnya daripada kerugiannya.
Imunisasi dapat mencegah penyakit di masa depan.
Sebagai contoh hepatitis B, melalui imunisasi hepatitis B pada bayi dapat mencegah kejadian hepatocarcinoma pada umur produktif (30-40 tahun).
Oleh karena sekitar 90% bayi yg dilahirkan oleh ibu dengan infeksi hepatitis B aktif akan mengalami infeksi virus hepatitis B, 95% akan berkembang menjadi kronik dan menjadi kanker hati di kemudian hari.
Contoh lain, pemberian vaksinasi tetanus minimal harus diberikan 5 kali seumur hidup, untuk mencegah hampir 100% tetanus neonatorum pada bayi yg dilahirkan.
Demikian juga vaksinasi MMR pada anak di usia 15 bulan dan 5 tahun, akan mencegah cacat bawaan apabila di kemudian hari telah menjadi seorang ibu.
Ibu hamil yg menderita rubela akan melahirkan bayi dengan cacat bawaan disebut rubela kongenital (76%) dengan kelainan jantung bawaan, katarak, microcephal, sehingga keterlambatan perkembangan anak.
Dengan beberapa contoh tersebut, dapat dikatakan bahwa imunisasi merupakan investasi untuk mendapatkan kesejahteraan di masa depan dan akan memperpanjang usia harapan hidup.

MENCEGAH PERKEMBANGAN BAKTERI YG RESISTEN TERHADAP ANTIBIOTIK
Keuntungan lain dari pencegahan infeksi, adalah mencegah terjadinya resistensi antibiotik terhadap bakteri penyebab.
Melalui pencegahan penyakit, insiden penyakit akna menurun oleh karena transmisis penyakit menurun, termasuk menurunnya bakteri yg resisten terhadap antibiotik.
Tampak penurunan angka kejadian resistensi terhadap Streptococcus pneumonia mengikuti program vaksinasi pneumokokus konyugasi di Amerika Serikat sejak tahun 2000.

KEAMANAN MELAKUKAN PERJALANAN KE NEGERI ENDEMIK
Imunisasi sangat penting untuk keamanan perjalanan ke negara endemik suatu penyakit, misalnya calon haji harus mendapat vaksinasi meningitis meningokok.
Berkumpulnya begitu banyak orang dari segala penjuru dunia, terutama dari daerah meningitis belt di Afrika.
Oleh karena meningokokus tidak ada di Indonesia, maka orang Indonesia tidak mempunyai antibodi terhadap meningokok dan rentan terhadap penularan.
Penyakit lain yg diperlukan untuk berkunjung ke luar negeri adalah yellow fever dan Japanese encephalitis.

PENINGKATAN PERTUMBUHAN EKONOMI
Peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara tentunya akan lebih baik apabila masyarakatnya lebih sehat sehingga anggaran untuk pengobatan dapat dialihkan kepada keperluan lain yg membutuhkan.
Perhatian orang tua pun dapat terpusat pada peningkatan ekonomi dan tidak diganggu oleh kesakitan anak-anaknya.

PENINGKATAN PERDAMAIAN
World Health Organization membuat ilustrasi yg telah terjadi di Bangladesh saat akan dilakukan imunisasi masal (PIN polio) maka untuk sementara kedua organisasi yg sedang bertengkar, damai untuk sementara.
Jadi walaupun dalam keadaan perang, imunisasi dapat menjadi upaya perdamaian demi kesehatan masyarakatnya.

PENCEGAHAN TERHADAP BIOTERRORISM
Isu bioterrorism akhir-akhir ini muncul sebagai hal yg mengancam keamanan suatu negara.
Dengan pemberian vaksinasi lengkap, maka kita tidak perlu khawatir terhadap isu tersebut yg mungkin belum tentu benar.

HORMATI ORANG TUA UNTUK MEMILIH
Dalam dunia kedokteran modern, hak otonomi orang tua sebagai pengasuh anaknya tidak boleh dilupakan.
Dalam istilah etik kedokteran dikenal 3 pilar utama yaitu Beneficence, Nonmaleficence, dan Justice.
Hal tersebut mempunyai implikasi kepada dokter untuk selalu menghormati kehendak orang tua karena anak tidak dapta mengemukakan pendapatnya sendiri.
Orang tua akan memilih hal yg mereka “kehendaki” walaupun  sebenarnya hal tersebut salah.
Oleh karena itu, dalam menentukan pilihan orang tua untuk anaknya harus mendapat keterangan yg benar.
Penerangan yg tidak benar terutama mengenai keamanan vaksin akan menyebabkan pendapat negatif orang tua terhadap imunisasi secara keseluruhan.
Apalagi publikasi negatif terhadap imunisasi sangat mudah didapat baik di toko buku maupun di dunia maya (internet).
Penting harus dijelaskan bahwa memberikan vaksinasi kepada anaknya jauh lebih menguntungkan (secara individu dan sosial/ lingkungannya) daripada kerugiannya (kejadian ikutan pasca imunisasi).
Sehingga dapat dikatakan imunisasi adalah investasi untuk kesehatan manusia di masa depan.

Beneficence berarti berbuat baik untuk mendapat outcome yg lebih baik dan dalam aspek imunisasi pada umumnya terkenal istilah ‘common good’ atau ‘public good’.
Sedangkan non-maleficence berarti ‘to do no harm’ yg dalam aspek imunisasi berarti apakah pemberian vaksinasi dapat menimbulkan risiko negatif, misalnya vaksin pertusis dapat menimbulkan risiko kejadian ikutan pasca imunisasi ensefalopati.
Seorang anak mempunyai hak untuk tetap sehat yg merupakan salah satu keadilan dalam upaya kesehatan, termasuk imunisasi.
Jadi dalam keadilan termasuk hak asasi anak dan orang tuanya untuk mendapat imunisasi.
Dalam hal imunisasi termasuk pemberian vaksin baru, maka pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengadakannya dan memberikan kepada anak untuk melawan penyakit yg berbahaya.
Apabila orang tua menolak anaknya diimunisasi, hal tersebut juga merupakan hak asasi orang tua untuk menolak.
Namun kita wajib memberikan informasi yg jelas dan mudah dimengerti.

Diharapkan pada era demokrasi terkait dengan pemberian imunisasi, kehendak orang tua harus dihormati dalam memilih imunisasi bagi anaknya.
Namun, penerangan nilai-nilai yg terkandung dalam upaya imunisasi harus diberikan secara baik dan bijaksana sehingga kemantapan program imunisasi di Indonesia akan tercapai.
Value dari vaksinasi perlu disebarluaskan dalam mengatasi negative campaign terhadap imunisasi yg akhir-akhir ini berkembang di negara kita.

PEDOMAN IMUNISASI di INDONESIA
Bersambung ...
=======================================================================

www.sahabat-wangi.com/index.php?id=drfreddy
WA 081808395318
BBM 5376DABF
Email: federicomahora@outlook.com
http://freddyfragrance.blogspot.co.id/

Jangan lupa "Like" www.facebook.com/federicomahoraindonesia#

Mau Beli Parfum atau Jualan Juga?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar